Film "indie", The Deepest
The Deepest, Karya Awal Tahun Anak Medan
The Deepest, Karya Awal Tahun Anak Medan
The Deepest, Karya Awal Tahun Anak Medan - Awal Tahun 2013 anak Medan kembali melahirkan sebuah karya yang layak untuk diapresiasi oleh para pecinta film indie
di Kota Medan. Para insan muda ini tergabung dalam komunitas yang
bernama OnEto Films dan berhasil menelurkan sebuah karya audio visual
yang berjudul The Deepest. Film ini mengandung pesan yang sangat
bermakna bagi setiap penontonnya karena menggambarkan situasi terkini
tentang pasar. Pasar yang didominasi oleh para pedagang yang curang
terhadap produk yang dijualnya. Akhirnya hal tersebut merugikan orang
lain seperti merugikan seseorang misalnya kesehatan seseorang yang
terganggu dampak dari kenakalan para pedagang makanan yang mencurangi
barang dagangannya. Apalagi pengawasan pemerintah masih sangat minim
terhadap peredaran produk-produk konsumsi yang berbahaya bagi kesehatan.
Budi Jhora yang berperan sebagai Pandu adalah salah satu anak muda yang terenggut kehidupannya akibat tidak sadar bahwa dirinya terlalu sering mengkonsumsi makanan yang mengandung zat berbahaya bagi tubuh. Akhirnya Pandu meninggal dan dirinya menjelma menjadi zombie. Kemudian arwah Pandu menghantui para pedagang nakal yang curang terhadap makanan yang dijualnya. Kisah asmara pun tak terlepas dari film ini namun karena tidak ingin terlalu mainstream dengan film indie lainnya, Onet selaku Sutradara lebih mengutamakan pesan moral yang akan disampaikan lewat film The Deepest tersebut.
OnEto Films terbentuk pada Desember 2012 yang dibentuk oleh dua pemuda yaitu Onet dan Embart. Sebelumnya kedua pemuda ini telah mengawali karirnya sebagai seorang penulis dan berkali-kali bergabung dengan komunitas film indie. Lepas dari dunia menulis, Onet dan Embart memilih untuk membentuk komunitas baru yang lebih berkonsentrasi pada dunia perfilman karena film dianggap sebagai sarana yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan. Selain itu, dunia perfilman juga tidak jauh dari dunia seni menulis.
Sebelumnya Onet dan Embart pernah memproduksi dua film dan salah satu filmnya menang disalah satu Festival Budaya Nasional meraih penghargaan film terbaik dan sutradara terbaik pada Juli 2012 oleh dinas pariwisata. Perjalanan Onet dan Embart dalam memperjuangkan komunitas film indie-nya pun tidak mudah. Mereka mengalami kesulitan tidak hanya selama proses produksi, ketersediaan waktu, tetapi juga mengalami keterbatasan dalam peralatan. Demi menghasilkan kualitas film yang terbaik hal tersebut tidak menjadi halangan, OnEto Films rela menyewa sejumlah peralatan yang lebih canggih dan modern dengan biaya yang tidak murah.
Suasana Shooting |
“Medan ini sangat berpotensi dalam dunia perfilman hanya saja kita sering minder dengan komunitas film indie yang ada di Jawa,” ujarnya saat ditemui di FISIP USU (1/5). Ia juga menambahkan bahwa komunitas film indie yang ada di daerah memang kurang mendapat kesempatan untuk meng-eksplore hasil karyanya.
Meski terbilang baru, Onet dan Embart optimis untuk terus melahirkan karya dan terus berjuang menghidupkan kembali dunia perfilman bersama komunitas film indie lainnya. Lebih lanjut sutradara The Deepest tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya Medan sangat dekat dunia perfilman. Hal tersebut ditandai saat tahun 1970-an kota Medan memiliki studio Sunggal dan banyaknya produksi film yang diproduksi oleh orang Medan seperti film berjudul Musang Berjanggut, Sungai Ular dan Butet. Dengan sangat prihatin Onet menyatakan bahwa nasib studio tersebut kini tidak diketahui.
Selanjutnya, Onet menuturkan bahwa masyarakat khususnya anak muda wajib menonton film ini Karena film ini berusaha menyampaikan pesan serta kritikan membangun untuk seluruh lapisan masyarakat terutama pemerintah dan para pedagang di Indonesia untuk sama-sama saling menjaga produk dalam negeri sehingga tidak membahayakan orang lain.
sumber : Media Pijar
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak penjelajah...